Kamis, 17 Mei 2007

Cinta Alam dan Budaya ala Christian Awuy

“Saat itu awan panas ada di belakang mengejar mobil yang sedang saya kendarai. Jaraknya Cuma 50 meter dibelakang, tapi akhirnya saya berhasil menghindarinya,” ujar Christian Awuy (61) menceritakan pengalamannya sewaktu Gunung Merapi meletus tanggal 14 Juni 2006 silam.

Oleh Hendy Adhitya

Saat itu Christian beserta Tim SAR tengah berusaha menyelamatkan dua orang tim SAR yang terjebak di dalam bunker di Kali Adem, Sleman, Yogyakarta. Tapi apa daya awan panas keburu melalap dua orang temannya sebelum Ia dan Tim SAR berhasil menyelamatkan mereka.

Sebagai Sekretaris Tim SAR Gunung Merapi sudah sewajarnya Christian berbuat seperti itu. Tugasnya berat, selain terjun langsung sebagai tim pengevakuasi ia juga harus mengatur rasa panik dan mengurus kawasan pengungsi Gunung Merapi.

Tak cuma jago di bidang penanggulangan bencana, di bidang pariwisata nama Christian Awuy juga diakui khalayak lokal, nasional bahkan internasional. 72 penghargaan pernah ia raih sejak 1987. Salah satu penghargaan yang ia dapat ialah sebagai Tokoh Pariwisata ASEAN 2001. Saat itu ia berhasil mempromosikan Gunung Merapi kepada dunia Internasional lewat sebuah buku panduan wisata Asia. Judulnya Across Asia and Pasific by Word of Mouth. Buku itu yang akhirnya mampu mengundang rasa penasaran wisatawan mancanegara untuk datang mengunjungi Gunung Merapi.


Sering Bolos

Kehidupan masa kecil mantan pelaut ini ternyata cukup unik. “Dulu saya ini tukang bolos, saya sering tidak masuk sekolah soalnya di sebelah sekolah ada bioskop. Dan saya sering sekali diajak operator proyektor nonton film,” kenangnya. Kebiasaan membolos ini akhirnya berdampak pula pada nilai mata pelajarannya.

“Dulu juga pernah saya menggantikan operator proyektor yang sakit, tapi film yang saya putar itu film 17 tahun –film dewasa pen-, ” ujarnya. “Padahal waktu itu usia saya 15 tahun,” lanjut Pria yang beristrikan keturunan Jepang ini.

Akhirnya profesi dadakan Christian ketahuan juga. Dirinya dimarahi oleh orang tuanya karena menjalani profesi seperti itu. Sejak saat itu, Christian muda sadar dan tak pernah membolos lagi.

Segudang pengalaman melaut ia dapatkan sewaktu bersekolah di SLTA Perwira Pelayaran Indonesia. “Saya sudah pernah melaut keseluruh benua selama 15 tahun,” ujarnya. “Dua tempat yang belum pernah saya kunjungi adalah kutub utara dan kutub selatan,” katanya sambil tertawa.

Di sana, Pria kelahiran Manado, 10 November 1946 ini diposisikan sebagai pegawai administrasi. Namun bukan berarti jabatan yang ia ampu sebatas duduk di belakang meja. Ia pernah mengalami berbagai kecelakaan selama berlayar mengarungi samudra.


Mengurus Perhotelan

Kini setelah melanglang buana selama 15 tahun, Christian bersama Masako Tanaka, istrinya, membuka penginapan dan restoran Vogels. Tak hanya itu, saat ini Christian menjabat sebagai ketua Asosiasi Pengusaha Perhotelan Kaliurang sejak 1993.

“Barusan (15/04) saya rapat dengan pengusaha perhotelan mengenai pengadaan air minum. Karena baru terjadi longsor di tebing Kali kuning sehingga menyebabkan pipa pembawa air hancur. Solusinya kami akan meminta mobil-mobil tangki dari kota untuk menyuplai persediaan air minum.

Sebenarnya ada persediaan air di Tlogo Putri, tapi masyarakat Kali Urang tak bisa semuanya mengkonsumsi air itu. Karena debit air di Tlogo Putri sedikit,” jelasnya.


Ingin Melestarikan Budaya Jawa

Dari sekian banyak profesi dan pengalaman yang telah ia alami, ternyata masih ada satu hal yang belum bisa ia realisasikan. Impian itu ialah usaha untuk mengangkat kebudayaan Jawa.

Ia sangat berharap orang diluar suku Jawa bisa mengeksplorasi kebudayaan tanah padi ini (Jawa –dalam bahasa sansekerta artinya tanah padi). “Karena budaya Jawa sangat adiluhung. Dan jangan sampai orang asing belajar budaya Jawa, tapi generasi muda kita sendiri tidak peduli dengan budayanya," katanya.

Pria yang juga Ketua Pokja Budaya Jawa ini khawatir jika suatu saat nanti kebudayaan Indonesia, khususnya kebudayaan Jawa bakal diambil dan diklaim negara asing. “Lihat saja, gamelan sekarang bisa dipelajari di Amerika (Serikat-pen) sana,” ujarnya.

Ia pun sempat memiliki ide tentang pelestarian budaya Jawa dan menuangkannya ke dalam sebuah tulisan di media massa. “Pernah saya menulis dan menyarankan kepada Sultan HB IX untuk menginstruksikan rakyat Jogja memakai sorjan –tutup kepala pen- satu hari saja dalam sebulan. Tapi tulisan ini tidak pernah ada tanggapan lanjut,” tukasnya.

Meski begitu, Christian tetap akan memperjuangkan hal ini. “Bukannya saya menolak modernisasi, tapi seharusnya modernisasi itu disesuaikan dengan budaya setempat,” ujarnya tegas. Ia mencontohkan bentuk bangunan di Malioboro seharusnya bercirikan rumah adat Yogya, yaitu Joglo. “Karena seperti kata pepatah, dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung,” katanya sambil menutup perbincangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar