Minggu, 08 Agustus 2010

Tiga Dekade Dirangkum dalam Refleksi Gerakan Anak

Gabriella Laras

Gelaran acara yang mengetengahkan isu pendidikan, identitas, dan hak anak berlangsung di Jogja National Museum (JNM), Jl. Amri Yahya No. 1, Wirobrajan, Yogyakarta. Bertajuk “Refleksi 30 Tahun Gerakan Anak di Indonesia”, semula direncanakan digelar dari awal bulan Juli hingga tanggal 5, namun diperpanjang hingga 11 Juli 2010 dikarenakan besarnya animo masyarakat.” 


dok. iCan
Selama tiga dekade, terhitung dari tahun 1980 hingga 2010 lembaga-lembaga nonpemerintah berkembang pesat dan menegaskan kepedulian mereka terhadap pemenuhan hak anak. Lembaga nonpemerintah yang tergabung dalam Koalisi Nasional NGO Anak bertumbuh hingga 32 anggota, belum lagi ditambah kisaran jumlah yang jauh lebih besar di luar koalisi tersebut.

Berlatarkan momentum tersebut diadakanlah sebuah gelaran acara bertajuk “Refleksi 30 Tahun Gerakan Anak di Indonesia” yang terdiri dari pameran sekaligus berbagai macam workshop. Refleksi 30 Tahun Gerakan Anak di Indonesia disokong oleh kerjasama dari lembaga-lembaga nonpemerintah, seperti Yayasan Sekretariat Anak Merdeka Indonesia (SAMIN), Indonesia Contemporary Art Network (iCAN), Koalisi Organisasi Nonpemerintah (NGO) Nasional Pemantau Hak Anak, dan Save the Children Indonesia.

Save the Children merupakan organisasi nonprofit dengan cakupan internasional yang bertujuan membantu anak-anak di seluruh dunia, caranya adalah dengan memperbaiki kehidupan mereka melalui pendidikan, fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai, bahkan pertolongan ketika terjadi bencana alam, konflik, maupun perang. Sedang Koalisi Nasional Ornop Pemantau Hak Anak adalah gabungan dari 36 NGO dari seluruh Indonesia yang bergerak di bidang hak anak, di mana di dalamnya tergabunglah Yayasan Samin. Kemudian iCAN, sebagai lembaga yang bekerja untuk membangun jaringan, dialog, dan kolaborasi kritis antara pelaku-pelaku dunia seni rupa kontemporer Indonesia, bertugas memfasilitasi proyek dan forum-forum seni, juga mendukung perkembangan riset dan kritisisme seni.

Pembukaan pameran pada tanggal 1 Juli 2010 dihadiri oleh Setiawan Cahyo Nugroho dari Save the Children in Indonesia, Yayasan Samin diwakilkan oleh Mochammad Farid sekaligus memberikan sambutan, lalu Antariksa dan Bambang Ertanto selaku kurator pameran, dan Titarubi sebagai direktur artistik pameran.
 
Selama acara diluncurkanlah website berisikan pemantauan hak anak di Indonesia dengan alamat www.indochildrights.org dan www.canmanage.net, diadakan pula lokakarya Koalisi Nasional Ornop untuk Hak Anak, dan pameran arsip dari organisasi-organisasi masyarakat sipil di berbagai kota di Indonesia. Berbagai arsip yang ditampilkan dalam pameran, antara lain audio, video, buku, media-media tentang anak dan yang ditulis oleh mereka, kliping artikel dari media, beragam foto, replika benda-benda yang berhubungan dengan anak seperti meja dan bangku sekolah, gambar-gambar karya anak, tulisan karya anak, juga artefak-artefak seperti kaos, tas, piagam, dan piala anak pinggiran. Berbagai workshop juga digelar. Diprakarsai oleh Yayasan Samin, tiap-tiap worskhop diikuti oleh sekitar 15 peserta dengan total keseluruhan 60 orang.

“Dan kami memasukkan gerbong kereta ke dalam JNM,” ujar Maya Larasati dari iCAN. Alasannya adalah karena kereta dan rel punya peran yang sangat penting untuk anak-anak jalanan di Jawa. Dengan kereta mereka membangun jaringan, solidaritas, sebagai transportasi, komunikasi, dan jalur persaudaraan. “Jadi waktu itu kereta kan alat transport yang mudah ditemukan, gampang dipake secara gratis, numpang kereta barang. Bisa ke mana aja di Jawa, jadi anak jalanan Jogja kenal anak jalanan Surabaya dan sebagainya lewat kereta terus mereka bisa cari makan juga di stasiun. Di mana-mana ini ga bisa terjadi di terminal entah kenapa. Daun di atas Bantal kami puter di dalam gerbong terus ada lagi filmnya Garin, Dongeng Kancil,” sambung asisten kurator iCAN ini.

dok iCan
 Pada dasarnya pemerintah sudah mengesahkan konvensi hak anak pada tahun 1990 menjadi Keppres Nomor 36 Tahun 1990 dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,” sesuai dengan apa yang tertera pada undang-undang tersebut pasal 1 ayat 1 dan 2. Oleh karena itulah, hak anak menjadi bagian dari hak manusia itu sendiri, yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.

Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan, selain itu jaminan atas mereka untuk memperoleh pendidikan, pelayanan kesehatan dan jaminan sosial yang sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. Maka pendidikan pun tidak hanya terbatas pada anak yang bisa dikatakan normal, anak penyandang cacat juga berhak mendapat pendidikan luar biasa, sedangkan anak yang memiliki keunggulan pun berhak mendapatkan pendidikan khusus. Itu semua bisa kita temukan dalam isi undang-undang sebagai acuan dasar.

Odi Shalahudin, Direktur Eksekutif Yayasan SAMIN mengharapkan dengan adanya Refleksi 30 Tahun Gerakan Anak di Indonesia bisa menambah wawasan masyarakat tentang hak anak, bagaimana hak-hak mereka sepatutnya terpenuhi. Sedangkan Koordinator pameran, Fathuddin menyatakan bahwa isu perlindungan anak dalam pameran berkaitan juga dengan nasib anak-anak jalanan yang kian memprihatinkan.

Pameran ini bertujuan untuk menyosialisasikan hasil-hasil proyek rintisan Koalisi Nasional Ornop Pemantau Hak Anak, kemudian mengumpulkan, mendokumentasikan, dan menginformasikan berbagai macam metode, alat, dan media yang digunakan oleh banyak organisasi masyarakat tersebut sejak tahun 1980-an hingga sekarang. Tentu dengan maksud memperjuangkan pemenuhan hak anak, tak luput pula mendiskusikan tantangan dan kesempatan gerakan hak anak di Indonesia saat ini dan masa selanjutnya. ”Harapanku makin banyak yang memperhatikan anak-anak, anak itu subyek, bukan obyek kepemilikan orang tua, bahkan negara,” tutup Maya Larasati.[gaby]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar